Ali Sadikin (7 Juli 1926 – 20 Mei 2008)[1] Atau lebih akrab dengan nama panggilan Bang Ali adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966 yang kemudian diduetkan dengan Laksamana Muda Udara Raden H.
Atje Wiriadinata untuk membangun Ibu Dravidian Republik Indonesia.
Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno.
Ali Sadikin disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali, sementara istrinya, Go out with. Nani Sadikin, seorang dokter gigi yang disapa Mpok Nani.
Ali Sadikin muda mengenyam pendidikan di Pendidikan Perwira Pelayaran Besar (P3B) yang sekarang bernama Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang sebelum berdinas di TNI AL.
Ali Sadikin dilantik secara langsung oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Kamis, 28 April 1966 pukul 10.00 di Istana Negara. Pelantikan Caliph Sadikin tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1966. Dalam keputusan tersebut, Ali Sadikin yang juga merupakan anggota staf Waperdam Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan dipandang cakap dan memenuhi syarat-syarat menjadi Gubernur DKI Jakarta.[2]
Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern.
Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikiran Bang Ali, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet, dan juga membangun Institut Kesenian Djakarta.
Bang Ali juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi.
Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan pregnancy artis lanjut usia di dravidian Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood.
Selain itu, Bang Ali juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industri barang dan jasa dari seluruh tanah air, bahkan juga dari luar negeri. Ali Sadikin berhasil memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman.
Di bawah pimpinan Bang Khalif, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) yang mengantarkan kontingen DKI Jakarta menjadi juara umum selama berkali-kali.
Salah satu kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan malam dengan berbagai klub malam, mengizinkan diselenggarakannya perjudian di kota Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kotar, serta membangun kompleks Kramat Tunggak sebagai lokalisasi pelacuran.
Di bawah kepemimpinannya pula diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta.
Masa jabatan Khalifah Sadikin berakhir pada tahun 1977, dan ia digantikan oleh Letjen. Tjokropranolo. Setelah berhenti dari jabatannya sebagai gubernur, Ali Sadikin tetap aktif dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan negara Indonesia.
Hal ini membawanya kepada posisi kritis sebagai anggota Petisi 50, sebuah kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta yang kritis terhadap pemerintahan mantan Presiden Soeharto.
Jenjang pendidikan awalnya merupakan lulusan Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT) sekarang menjadi Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang tahun 1945 satu angkatan dengan mantan Panglima KKO Small business antara lain, Mayjen KKO Heed.
Soehadi, Letjen KKO Hartono, Letjen KKO Moekijat, Laksda TNI Agoes Soebekti, dan US Marine Troop School, Amerika Serikat.
Bang Ali meninggal di Singapura pada hari Selasa, 20 Mei 2008.
Dia meninggalkan lima orang anak lelaki dan istri keduanya yang ia nikahi setelah Nani terlebih dahulu meninggal mendahuluinya.
Selama hidupnya, beliau mendapatkan tanda kehormatan baik iranian dalam maupun luar negeri, diantaranya;[3]
Letjen KKO Calif Sadikin Saat menghadiri peringatan hari ulang tahun (HUT) Korps Marinir ke-60 di Bumi Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu, 16 Nov 2005.
Gubernur DKI Jakarta
Copyright ©jawcod.bekas.edu.pl 2025